PT Equityworld Futures Medan- Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hari ini memang menguat di perdagangan pasar spot. Namun rupiah masih berstatus sebagai salah satu mata uang terlemah di dunia.
Pada Selasa (31/3/2020) pukul 10:18 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 16.300. Rupiah menguat 0,15% dibandingkan posisi penutupan perdagangan sehari sebelumnya. Namun dalam sebulan terakhir, rupiah anjlok 14,31% di hadapan greenback. Secara year to date, depresiasi rupiah lebih parah lagi yaitu 17,44%. Pada awal 2020, rupiah sempat perkasa dengan penguatan di kisaran 2%. Bahkan rupiah pernah menggenggam status sebagai mata uang terbaik dunia. Namun memasuki Februari, rupiah mulai rapuh. Mata uang Tanah Air terus melemah hingga ke titik terlemah sejak 1998, kala krisis multi-dimensi melanda Ibu Pertiwi. Akibatnya, posisi rupiah di 'klasemen' mata uang dunia terus melorot. Rupiah kini berada di 10 besar dari bawah. Faktor dalam dan luar negeri membebani langkah rupiah. Dari dalam negeri, rupiah adalah salah satu mata uang terbaik Asia tahun lalu dengan penguatan mencapai sekitar 6%. Rupiah hanya kalah dari baht Thailand. Akibatnya, rupiah jadi rentan terkena koreksi. Aksi ambil untung mendera rupiah kala sentimen pasar memburuk, karena investor sudah mendapatkan cuan yang lumayan besar. Rupiah begitu menggoda untuk dijual. Fundamental penyokong rupiah meski membaik tetapi masih relatif rapuh. Sudah delapan tahun transaksi berjalan (current account) Indonesia membukukan defisit. Transaksi berjalan menggambarkan pasokan devisa dari aktivitas ekspor-impor barang dan jasa. Devisa dari sumber ini lebih bertahan lama ketimbang yang datang dari portofolio di sektor keuangan alias hot money. Dengan transaksi berjalan yang defisit, artinya nasib rupiah sangat tergantung dari arus hot money yang fluktuatif itu. Kadang dia masuk (malah berlebih), kadang dia pergi kalau situasi memburuk Corona Menambah Luka Sayangnya, sentimen eksternal membuat hot money itu memilih pergi. Adalah virus corona yang menciptakan hawa negatif di pasar keuangan dunia. Virus yang bermula dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China itu adalah tragedi kesehatan dan kemanusiaan. Namun dampaknya ke perekonomian juga tidak bisa dikesampingkan. Mengutip data satelit pemetaan ArcGis per pukul 09:27 WIB, jumlah pasien coona di seluruh dunia mencapai 785.709 orang. Dari jumlah tersebut, 37.686 orang meninggal dunia. Virus ini sudah menyebar ke hampir seluruh negara di dunia, praktis sudah sangat sulit mencari tempat yang aman. Untuk meredam penyebaran virus, berbagai negara menerapkan kebijakan pembatasan aktivitas masyarakat. Karantina wilayah alias lockdown menjadi hal yang lumrah ditemui. Di beberapa negara seperti India dan Filipina, pemerintah memberlakukan lockdown total. Tidak ada transportasi publik yang beroperasi, warga sama sekali tidak boleh keluar rumah kecuali untuk urusan yang sangat mendesak. Pembatasan aktivitas publik bertujuan untuk menyelamatkan nyawa, karena penyebaran virus disebabkan oleh aktivitas dan interaksi manusia. Namun kebijakan ini membuat roda perekonomian berjalan lambat. Oleh karena itu, resesi ekonomi global sepertinya sudah di depan mata. Bahkan Dana Moneter Internasional (IMF) menilai saat ini dunia sudah masuk ke jurang resesi. "Kami telah mengkaji ulang prospek pertumbuhan ekonomi 2020 dan 2021. Sekarang sudah jelas bahwa kita sudah memasuki resesi, sama atau bahkan lebih parah dibandingkan 2009. "Kami memperkirakan ada pemulihan pada 2021, bahkan mungkin dalam kisaran yang lumayan tinggi. Syaratnya, kita harus sukses meredam penyebaran virus ini di mana pun dan kita mampu mencegah masalah likuiditas agar tidak melebar menjadi isu penyelamatan (solvancy)," ungkap Kristalina Georgieva, Direktur Pelaksana IMF, dalam keterangan pers usai pertemuan International Monetary and Financial Committee (IMFC). Dibayangi oleh risiko resesi yang semakin tinggi, investor pun menerapkan 'social distancing' dari aset-aset berisiko di negara berkembang, termasuk di Indonesia. Akibatnya, rupiah pun melemah karena kekurangan 'darah'. Investor kini memilih menyelamatkan uangnya ke aset-aset yang dinilai aman (safe haven assets). Obligasi pemerintah AS menjadi pilihan pertama, dan emas di urutan kedua. Permintaan yang tinggi terhadap aset-aset ini membuat harganya melambung. Sumber : cnbcindonesia.com PT Equityworld Medan Equity world Medan Lowongan Kerja Terbaru 2020 Loker EWF Medan
0 Comments
Leave a Reply. |
Archives
July 2021
Categories |