PT Equityworld Futures Medan-Rupiah belum mampu bangkit melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (23/8/2022) setelah membukukan pelemahan 5 hari beruntun dengan total sekitar 1,5%. Sentimen pelaku pasar yang kurang bagus, tercermin dari jebloknya bursa saham Amerika Serikat memberikan tekanan bagi rupiah.
Rupiah sebenarnya membuka perdagangan dengan stagnan di Rp 14.885/US$, tetapi tidak lama langsung melemah 0,1% ke Rp 14.900/US$, melansir data Refinitiv. Bursa saham AS ambrol pada perdagangan Senin, indeks Dow Jones minus nyaris 2%, S&P 500 dan Nasdaq masing-masing jeblok 2,14% dan 2,55%. Pasar menanti pernyataan ketua bank sentral AS (The Fed) Jerome Powell pada simposium Jackson Hole pekan ini, terutama terkait dengan inflasi. Seandainya Powell menyatakan inflasi belum mencapai puncaknya, maka akan berdampak buruk ke pasar finansial. The Fed kemungkinan masih akan sangat agresif menaikkan suku bunga di bulan depan, rupiah pun berisiko terpukul. Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI) Edi Susianto juga menuturkan pelemahan rupiah didominasi oleh sentimen global, khususnya pelaku pasar yang kembali khawatir terkait perlambatan pertumbuhan ekonomi global. "Hal tersebut didorong rilis data di US khususnya sektor perumahan dan sektor manufaktur yang melambat," ungkap Edi, Senin (22/8/2022). Selain itu, dia mengatakan pelaku pasar juga melihat adanya risiko perlambatan ekonomi China akibat berlanjutnya kenaikan kasus Covid-19 dan perkiraan kelangkaan energi di beberapa kawasan di Negeri Panda tersebut akibat adanya gelombang panas. Sementara itu dari dalam negeri, pengumuman kebijakan moneter BI menjadi perhatian utama. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia menunjukkan sebagian besar lembaga/institusi memproyeksikan BI akan mempertahankan suku bunga acuan di 3,5%. Dari 12 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus tersebut, 10 memproyeksi BI akan mempertahankan suku bunga acuan di 3,50%. Dua lainnya memperkirakan BI akan menaikkan suku bunga sebesar 25 bps menjadi 3,75% pada bulan ini. Suku bunga acuan sebesar 3,5% sudah berlaku sejak Februari 2021 atau 18 bulan terakhir. Ekonom Bank Danamon Irman Faiz mengatakan inflasi inti dan stabilitas rupiah masih terkendali. Kondisi ini menjadi modal bagi BI dalam mempertahankan suku bunga acuan pada bulan ini. "Data inflasi inti dan pergerakan rupiah cenderung masih dalam appetite BI," tutur Irman, kepada CNBC Indonesia. Meski demikian, jika Pertalite dinaikkan, maka ada kemungkinan BI akan menaikkan suku bunga guna meredam inflasi. Isu kenaikan Pertalite menjadi salah satu pemicu jebloknya rupiah sejak pekan lalu. Irman mengatakan kenaikan suku bunga BI akan sangat ditentukan oleh kebijakan pemerintah terkait energi. Jika pemerintah menaikkan harga Pertalite maka hal tersebut bisa mengubah arah kebijakan BI. "Kemungkinan bulan depan BI baru menyesuaikan jika inflasi inti naik di atas 3% atau Pertalite jadi dinaikkan oleh pemerintah," ujarnya. Jika BI memberikan sinyal akan menaikkan suku bunga, rupiah tentunya akan lebih bertenaga Sumber : cnbcindonesia.com PT Equityworld Medan Equity world Medan Lowongan Kerja Terbaru 2020 Loker EWF Medan
0 Comments
Leave a Reply. |
Archives
July 2021
Categories |