PT Equityworld Futures Medan-Indonesia telah menyatakan perang melawan sebuah virus bernama covid-19. Virus pembawa petaka ini mengkhawatirkan dunia termasuk Indonesia sendiri yang sangat gagap dalam mengantisipasinya
Data terakhir per Senin, 6 April 2020 tercatat 2.491 orang dinyatakan positif terpapar Covid-19 dan sebanyak 209 dinyatakan meninggal. Ini membuat pemangku kepentingan yang dinahkodai Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan stimulus raksasa. Kita pasti pernah melihat adegan atau terlibat dalam situasi darurat, di mana para korban menunggu untuk dievakuasi atau mendapatkan bantuan. Lalu, datanglah helikopter penyelamat, yang membawa pertolongan dan harapan. Biro Pers Sekretariat Presiden/Muchlis Jr Di tengah wabah pandemi COVID-19, para pelaku usaha dan industri tahun ini bakal melihat helikopter demikian dari pemerintah, yang bakal melemparkan bergepok-gepok uang untuk disalurkan ke mereka guna memastikan semuanya bisa bertahan hingga situasi yang terburuk usai. Tepat sehari setelah mengumumkan status Pembatasan Sosial Berskala Besar untuk mengatasi wabah corona, pemerintah bergerak cepat dengan mengeluarkan-atau tepatnya menganulir-beberapa kebijakan guna memuluskan rencana-tindak menjaga ekonomi tetap bergulir. Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 resmi diteken. Namanya sangat panjang untuk produk setingkat UU, yakni 'Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Desease 2019' dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan." Perppu inilah yang menjadi landasan kebijakan helikopter uang di Indonesia. Ini menjadi yang pertama diterapkan dalam sejarah Republik Indonesia, karena untuk pertama kali juga defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bakal melewati angka 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB), menganulir ketentuan UU tentang Keuangan Negara Nomor 17 Tahun 2003. Istilah 'helikopter uang' diperkenalkan oleh ekonom Milton Friedman pada tahun 1969 untuk menyebut pelonggaran moneter yang tak biasa. Kebijakan ini diambil dalam situasi tak wajar, yakni ketika terjadi kekeringan likuiditas sementara perekonomian stagnan karena hal tak terduga. Kebijakan ini sudah banyak diterapkan oleh negara maju. Hanya saja, mereka memakai bahasa yang lebih keren, yakni pelonggaran kuantitatif (quantitative easing/QE). Tidak ada helikopter betulan di sini, hanya saja otoritas moneter bertindak seperti itu: membawa dana segar untuk memborong surat berharga milik pemerintah maupun swasta. Tak hanya di pasar sekunder (lewat transaksi pasar), melainkan juga di pasar primer (membeli langsung dari pihak penerbit). Dus, investor dan pelaku usaha pun mendapatkan bergepok-gepok uang yang dapat mereka gunakan untuk membiayai kebutuhan operasional mereka atau untuk melanjutkan ekspansi, yang pada gilirannya membuka lapangan kerja dan memutar perekonomian. Dalam konteks saat ini, BI akan membawa helikopter uang ke Kementerian Keuangan yang kemudian duitnya disalurkan ke sektor riil. Maklum saja, dengan defisit di atas 3%--menggeser rekor defisit tertinggi tahun 2015 (sebesar 2,59%), penerbitan surat utang bakal menjadi jalan satu-satunya yang termudah. Ukuran virus 2019-ncov pemicu wabah pandemi COVID-19 hanyalah 0,12 micron (mikrometer), atau 1/1.200 milimeter. Ibaratnya 1 butir debu seujung kuku dipotong menjadi 1.200 potongan. Namun, virus sekecil itu cukup untuk membuat perekonomian dunia limbung. Morgan Stanley memperkirakan jika pandemi ini berlarut-larut, ekonomi dunia berisiko minus hingga 2,1% tahun ini. Syukur-syukur masih bisa tumbuh 0,3%. Tidak heran bursa saham utama di Asia pun berguguran. Di Indonesia, koreksi IHSG telah mencapai 28% sepanjang tahun berjalan. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini bisa saja tumbuh hanya 2,3% gegara virus corona strain baru ini. Dalam skenario terburuk, ekonomi kita minus 0,4%, alias menurun. Untuk mengatasi dampak virus terhadap kelangsungan hidup bangsa, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggelontorkan dana stimulus Rp 405,1 triliun. Sebagian besar, atau nyaris 40% dari itu, dialokasikan untuk pemulihan ekonomi nasional dengan alokasi Rp 150 triliun. Alokasi terbesar kedua adalah jaring pengaman sosial (JPS) atau social safety net dengan nilai Rp 110 triliun. Selanjutnya, alokasi untuk dana kesehatan sebesar Rp 75 triliun, dan terakhir Rp 70,1 triliun untuk insentif perpajakan. Pertama, pelaku usaha terutama yang berskala kecil (Unit Usaha Mikro Kecil dan Menengah/UMKM). Program pemulihan ekonomi nasional dilakukan dengan memberi penundaan pembayaran pokok dan bunga untuk Kredit Usaha Rakyat (KUR). Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) per 2016, jumlah wirausahawan di negeri ini berkisar 7 juta orang, atau 3,1% dari jumlah penduduk Indonesia. Mereka lah yang bakal menikmati insentif tersebut, dengan rata-rata nilai Rp 21,4 juta per pengusaha. Kedua, rakyat yang hidup di garis kemiskinan. Mereka akan mendapatkan santunan karena program Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) berujung terhentinya aktivitas bisnis, dan menekan pendapatan di sektor informal. Data BPS menyebut mereka yang hidup di garis kemiskinan berjumlah 25,14 juta orang. Dengan asumsi semua dibagikan merata dan tak ada kebocoran, mereka akan mendapat uang kaget Rp 4,4 juta untuk bekal hidup selama krisis. Ketiga, rumah sakit dan tenaga kesehatan. Alokasi dana Kesehatan senilai Rp 75 triliun itu sebagian akan mengucur ke 132 rumah sakit rujukan COVID-19 untuk melengkapi peralatan mereka. Wisma Atlit Kemayoran (CNBC Indonesia/Tri Susilo) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mencatat ada 138.000 dokter umum dan 30.000 dokter spesialis di Indonesia. Artinya, per bulan bakal ada Rp 1,83 triliun terkucur ke mereka, dengan rincian Rp 450 miliar untuk dokter spesialis dan Rp 1,38 triliun untuk dokter umum. Sementara itu, data Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) menyebut ada 1 juta perawat di Indonesia. Total, Rp 7,5 triliun terkucur pada perawat di Indonesia. Angka tersebut belum memasukkan santunan bagi para tenaga medis yang meninggal. Keempat, para pembayar pajak (perusahaan dan karyawan formal/pekerja kantoran), yang jumlahnya menurut data Ditjen Pajak saat ini adalah 18,3 juta wajib pajak (WP). Mereka akan mendapat jeda pembayaran pajak penghasilan (Pph) selama 4 bulan. Jika dirata-rata, maka setiap WP mendapat insentif pajak Rp 3,8 juta per entitas, dari total insentif Rp 70 triliun. Ini tentu saja perhitungan kasar karena nilai pajak mereka bervariasi dengan rentang yang sangat lebar tergantung pada skala penghasilan. Pemerintah telah menyusun APBN 2020 terbaru di tengah wabah Covid-19 atau virus corona. Pembiayaan utang di tahun ini membengkak menjadi Rp 852,9 triliun. Dari sebelumnya hanya Rp 307,2 triliun. Untuk diketahui, pembiayaan utang ini dilakukan untuk menutup total defisit pada 2020. Defisit tahun ini menjadi Rp 852,9 triliun atau mengalami kenaikan Rp 545,7 triliun dari prognosa sebelumnya. Dalam Dokumen yang disampaikan Pemerintah ke DPR seperti dikutip CNBC Indonesia, Senin (6/4/2020) tercatat defisit APBN akan mencapai 5,07% dari PDB atau nominalnya mencapai Rp 852,9 triliun sebelumnya defisit hanya Rp 307,2 triliun ditargetkan di APBN 2020 (Sebelum Pandemi Covid-19) Lalu dari mana sumber dananya? Pemerintah menargetkan penerbitan SBN [Surat Berharga Negara] yang lebih tinggi tahun ini. Atau naik Rp 160,2 triliun dari target APBN. Sehingga total penerbitan SBN mencapai Rp 549,6 triliun. Adapun pemerintah juga menarik pinjaman luar negeri sebesar Rp 5,7 triliun dan pinjaman dalam negeri Rp 1,3 triliun. Serta, tidak lupa menerbitkan bond atau surat utang baru atau Pandemic Bond. Nilainya mencapai Rp 449,9 triliiun. Sumber : cnbcindonesia.com PT Equityworld Medan Equity world Medan Lowongan Kerja Terbaru 2020 Loker EWF Medan
0 Comments
Leave a Reply. |
Archives
July 2021
Categories |